Pages

SiFat SeoRaNg SaHaBat . . .

  1. Persahabatan yang baik tidak mementingkan diri sendiri.
    Amsal 17:17 mengatakan bahwa, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu.” Karena itu persahabatan sejati tidak didasarkan pada syarat- syarat yang berubah-ubah. Ada orang-orang yang berkata, “Saya akan menjadi sahabatmu jika, atau apabila, atau sampai, atau karena.” Semua ini adalah syarat-syarat dan syarat bisa berubah. Tetapi sahabat sejati mengasihi setiap waktu. Seorang sahabat yang berkata, “Aku mengasihimu jika” atau “Aku mengasihimu bila” bukan sahabat seperti yang dilukiskan oleh Alkitab. Sahabat sejati akan berkata, “Aku mengasihimu setiap waktu. Kasihku tidak bersyarat dan tidak mementingkan diri sendiri.”

  2. Persahabatan sejati bersifat teguh.
    Kembali Amsal 17:17 berkata bahwa, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu.” Sebuah penerbitan Inggris menawarkan hadiah bagi orang yang memberikan definisi terbaik tentang persahabatan. Sebuah definisi yang tercantum dalam sayembara terhormat itu adalah: “Seorang sahabat adalah orang yang menambah sukacita kita dan membagi kesedihan kita.” Definisi lain berbunyi, “Seorang sahabat adalah orang yang mengerti kita.” Tetapi definisi yang memenangkan hadiah dalam sayembara itu adalah: “Seorang sahabat adalah orang yang masuk pada saat dunia keluar.” Betapa benarnya definisi ini! Jika Saudara ingin sungguh-sungguh mengetahui berapa banyak sahabat yang Saudara miliki dan siapa mereka, buatlah kesalahan dan lihatlah apa yang terjadi. Setelah Saudara mengetahui kesulitan, coba lihat berapa banyak kawan Saudara yang masih setia kapada Saudara. Persahabatan sejati itu teguh. 
  3. Persahabatan sejati bersedia berkorban.
    Amsal 18:24 berkata, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara.” Persahabatan sejati itu mahal, tetapi memang sepadan dengan nilainya. Kata Indian untuk sahabat berasal dari sebuah kata gabungan yang berarti “orang yang memikul kesusahanku pada pundaknya.” Jadi kalau saya ingin menjadi sahabat, saya harus hidup dengan bersedia berkorban bagi orang yang menerima persahabatan saya.

  4. Persahabatan sejati bersifat menyucikan.
    Amsal 27:17 berkata, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” Seorang sahabat sejati akan menjadikan Saudara orang yang lebih baik. Persahabatan sejati membuat hidup Saudara lebih maju, mempertajam kecerdasan Saudara dan membuat Saudara lebih giat. Saudara akan menjadi orang yang lebih baik dan lebih berguna karena persahabatan itu.
Persahabatan sejati tidak akan menumpulkan pengaruh Saudara atau menumpulkan kerohanian Saudara. Seorang sahabat sejati adalah orang yang cukup peduli sehingga ia akan menegur bila Saudara salah. Alkitab berkata dalam Amsal 27:6, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”
Sanjungan bukan persahabatan. Orang yang suka menyanjung sama dengan orang munafik. Seorang munafik mengatakan di belakang Saudara apa yang tidak akan dia ucapkan di muka Saudara, tetapi seorang penyanjung mengatakan di depan Saudara apa yang tidak akan ia katakan di belakang Saudara. Seorang sahabat sejati sebaliknya, ia bersifat jujur terhadap Saudara dan terhadap orang lain.

SaLaM MaaL HijRaH 1432

Seorang sahabiah saya mengirimkan tazkirah menarik ini. Terlanjur saya masih tertanya-tanya bahan untuk tahun baru, akhirnya saya temui sesuatu. Lewat ini saya agak sibuk dan sentiasa berdepan dengan sesuatu yang membuatkan saya banyak terfikir. Alhamdulillah, Allah itu masih menyayangi hati-hati ini dan semua umatNya.
TAHUN baru ini, samada masihi atau hijrah meninggalkan catatan sejarah yang terukir dalam diari kehidupan setiap insan. Masa untuk kita bertafakur meraba nilai diri yang dicalit oleh tinta yang penuh noda.
Hitam dan putih, dosa dan pahala, kebaikan dan kejahatan, untung dan rugi, kegagalan dan kejayaan, semua itu mematangkan peribadi.
Rasanya baru sekejap anak dilahirkan, merangkak dan berlari, kini sama tinggi dengan ayah dan ibu mereka. Melihat cermin, nampak kulit semakin kedut, uban tumbuh di sana sini, hari-hari semakin sibuk melayari dunia yang mencabar keimanan.
Ada satu amalan paling sesuai dilakukan malam ini, bukalah album kenangan masa lalu dan letakkan ia di hati. Singkap lembaran demi lembaran yang mengandungi gambar mengenai kehidupan kita. Kemudian cuba fikirkan beberapa persoalan mengenai takdir yang anda lalui sepanjang tahun ini.
Betapa lemahnya daya ingatan kita, apatah lagi mahu menjawab beberapa soalan yang menjadi rahsia Tuhan ke atas diri kita. Mungkin ada yang menolak takdir ke atas dirinya, tapi selepas dijalani akhirnya Tuhan membuka matanya melihat bahawa takdir itu baik dan membawa kebahagiaan dalam hidupnya.
Allah Maha Mengasihi hamba-Nya yang reda lagi berusaha mempertingkatkan kualiti diri walaupun mereka diuji dengan cabaran dunia. Allah berfirman yang bermaksud: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya kerana air itu tanaman-tanaman di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemiliknya mengira bahawa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana tanaman-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kelmarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang berfikir.”
Apa saja pencapaian yang kita peroleh atas hasil usaha di dunia ini hanyalah setitis daripada rahmat-Nya yang dituang dalam hati kita. Begitu juga kegagalan dan musibah yang berlaku adalah supaya kita lebih dekat kepada Allah dan bergantung sepenuh pengharapan setelah sebelumnya kita berasa gagah dan hebat menguasai medan kehidupan.
Ketika membuka album hati yang menyimpan rahsia diri, seorang hamba Allah akan menjumpai kecacatan dan aib diri yang apabila tersingkap pasti sungguh memalukan. Tetapi Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, akan benar-benar membuka segala-galanya pada hari penghisaban nanti.
Bolehkah anda membayangkan jika di dunia ini Allah membuka satu persatu rahsia kita di hadapan manusia? Pastinya kebencian dan penghinaan yang akan kita dapat setiap hari. Al-Imam Muhammad bin Wasi’ pernah berkata: “Seandainya dosa itu dapat dicium baunya, tentu tiada seorangpun manusia mahu mendekati diriku.” 

Untuk itu, Umar berwasiat: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang kerana sesungguhnya kamu melakukan hisab terhadap dirimu sendiri pada hari ini akan lebih memudahkan bagi kamu menjalani hisab pada hari kiamat.” 

Al-Quran menceritakan keadaan manusia ketika menghadapi penghisaban di mahkamah Allah yang bermaksud: ”Dan diletakkan kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis) dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juga pun.” 

Sesungguhnya amalan muhasabah diri lebih baik daripada ibadat sepanjang malam dalam keadaan hati dibiarkan lalai. Bagaimanakah cara kita mengetahui adakah hati kita lalai atau tidak? Rasulullah SAW menilai kelalaian hati dengan jauhnya seseorang daripada membaca al-Quran dan merenungi dirinya. 

Sesuai dengan sabda Baginda SAW yang bermaksud: “Barang siapa yang melakukan qiyam dengan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak akan dicatat sebagai orang yang lalai. Barang siapa yang membaca seratus ayat, maka dia dicatat sebagai orang yang khusyuk. Dan barang siapa yang membaca seribu ayat maka dia dimasukkan ke dalam golongan orang yang memperoleh pahala yang melimpah-limpah.” - (Hadis riwayat Abu Daud) 

Tanda-tanda kelalaian berkait rapat dengan sengatan hawa nafsu ke atas hati kita. Rasulullah SAW sentiasa berdoa sebelum memulakan khutbahnya yang bermaksud: “Segala puji bagi Allah, kami memohon pertolongan, petunjuk dan ampunan kepada-Nya dan kami memohon perlindungan daripada keburukan hawa nafsu dan dosa-dosa kami.”
Hawa nafsu pada hakikatnya adalah bekalan bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ia bersifat tercela melainkan bagi mereka yang dirahmati Allah sesuai dengan perkataan Nabi Yusuf dalam al-Quran yang bermaksud: “Kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” - (Surah Yusuf, ayat 53) 

Saat bermuhasabah, kita boleh merasai apakah kekuatan yang selama ini menunggangi keperibadian kita? Apakah kekuatan hawa nafsu atau keimanan? Dalam diri kita hanya ada dua kekuatan itu, silih berganti yang satu memenangi perlawanan terhadap yang lain. 

Perlawanan itu berlangsung sepanjang hayat kita hingga akhirnya. Firman Allah yang bermaksud: “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.” 

Selepas beribu batu perjalanan ditempuhi, eloklah berhenti sejenak sambil bertafakur untuk memastikan adakah jalan itu betul dan lurus sesuai dengan matlamat asal kita. Dari mana kita datang, untuk apa kita berjalan dan ke mana kita kita tuju? Kembalilah kepada Allah sebelum segala berakhir dengan kesengsaraan abadi. 

Firman Allah yang bermaksud: “Dan peliharalah dirimu daripada (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
Tidak ada ucapan selamat kepada mereka yang mensia-siakan hidupnya walaupun setiap tahun mereka menyambut perayaan tahun baru dengan gilang-gemilang. Yang sepatutnya diberi ucapan itu adalah orang yang cekal dan gigih memperjuangkan imannya hingga menemui Tuhannya dengan hati yang reda. 

Ahlan Wa Sahlan 1432Hijrah.

Terima kasih khas untuk semua yang membaca laman serba sederhana ini. Juga sahabiah dan sahabat yang menyokong.

-Maafkan saya andai ada ruang di dalam ini yang tidak cukup dan tidak menambahkan apa-apa, tetapi saya percaya, usaha saya, adakala bukan seratus peratus untuk blogging. Ilmu yang saya ada masih seperti setitis air yang menitis dari lautan luas, umpama jari yang dicelup, basahnya di jari itu adalah ilmu kita semua.

Wassalam